"Spritualitas' adalah kumpulan artikel mengenai olah rohani, olah batin dari bagi mereka yang ingin memberi makan jiwa. Berbagai kumpulan artikel berkisar pada masalah hidup rohani, saya sajikan dalam blog ini. Selamat menyantapnya, semoga membuat jiwa anda menjadi gemuk. MoTe

Saturday, February 25, 2006

API PENCUCIAN

Mencoba menjawab, walaupun saya tidak yakin bahwa jawaban saya ini akan mampu memberi penjelasan mengenai 'peramasalahan' disekitar api pencucian atau furgatory. Karena dalam Gereja doktrin ini ditempatkan pada bidang iman dan misteri. Artinya sesuatu yang 'tidak bisa dijelaskan secara tuntas hanya berdasarkan dan melandaskan pada kemampuan akal budi. Kita pun juga tidak akan mampu untuk membuktikan secara tuntas kebenaran dari doktrin ini hanya berdasarkan pola pikir, karena masalah ini sungguh merupakan masalah 'keselamatan dan kerahiman Allah". Pertanyaan 'why dan how' inilah bidang yang mesteri. Gereja hanya ingin mengajarkan bahwa ada 'keadilan, penghakiman dan kerahiman' berdasarkan pada kebebasan yang diberikan Allah kepada manusia. Dan manusia harus mempertanggung-jawabkan itu dihadapan Allah.
Doktrin ini pertama-tama diumumkan pada Konsili Lion II (1274), dan oleh Paus Benedictus XII dalam dekrit "Benedictur Deus (1336) kemudian pada konsili Florence (1439) ditegaskan kembali pada konsili Trento (1563) untuk menjawab pihak reformationist yang menolak doktrin ini. Kemudian juga disebutkan kembali dalam Konsili Vatikan II (1965) dalam Konstitusi Dogmatik Gereja; Lumen Gentium art. 49-50). Bila dikatakan bahwa doktrin ini tidak mempunyai dasar Biblis yang tegas dan jelas, memang benar. Namun tidak benar bila dikatakan doktrin ini tidak mempunyai dasar dalam Kitab Suci. Ada bukti alkitabiah yang membenarkan doktrin ini. Sebenarnya doktrin ini lebih didasarkan pada doa permohonan komunitas Kristiani yang dipersembahkan bagi "mereka yang telah meninggal sebelum kita" (bdk Kitab 2 Makabe 12:38-46 juga sering pula ditambahkan dari I Korintus 3:12-15, dan Mat 12:32)
Untuk memahami secara lebih tepat problem 'api penyucian' pertama-tama kita harus mengerti difinisi yang diberikan oleh Gereja. Dikatakan bahwa api penyucian adalah status penyucian manusia diantara kematian dan surga, sebagai suatu saat untuk membersihkan segala noda dosa pribadi yang masih melekat menuju pada kepenuhan kebahagiaan abadi dalam persatuan dengan Tuhan. Gereja Katolik meyakini hal ini terjadi, bahwa seseorang harus dibersihkan, disucikan dan diilahikan sebelum mereka bersatu penuh dengan Allah. Mereka harus lebih dahulu 'dibenarkan dan didamaikan dalam Kristus. Halangan atau sering disebut noda dosa pribadi ini adalah segala dosa-dosa yang tidak sempat diampuni disaat menjelang kematian, tetapi juga dosa-dosa semasa hidupnya yang belum terampuni. Gereja meyakini bahwa 'jiwa yang telah suci' akan langsung masuk surga. Dalam api penyucian tidak ada kesempatan untuk memohon pertobatan, kesempatan bertobat hanya dialami ketika manusia masih di dunia. Namun ini adalah saat penyucian dan pembersihan dari segala noda dosa sehingga secara pribadi manusia dibenarkan dihadapan Allah untuk bersatu dalam kebahagian bersama Allah dan kesatuan dengan para kudus lainnya. Jadi "forgatory is best understood as a process by which we are purged of our residual selfishness so that we can really become one with God who is totally oriented to others, i.e. the self-giving God".
Doktrin tentang api penyucian menjadi masalah dalam Gereja karena adanya penolakan dari kelompok reformasi, terutama Martin Luther, Melanchthon, Calvin dan Zwingly. Semua ini terjadi karena adanya perbedaan konsep dan teologi tentang keselamatan, dalam mana kaum reformasi mengakui keselamatan hanya melulu karena "rahmat Allah'. Tidak ada campur tangan manusia. Sementara Gereja Katolik selain mengakui apa yang diakui oleh para reformasionist, sola fides, sola gratia, sola scriptura, tetapi masih ditambah lagi satu yakni "perbuatan baik" (bdk Matt 25 31-46). Bahwa manusia ikut terlibat dalam keselamatan pribadinya. Iman harus ada tanggapan, rahmat harus ada kerjasama, bila semua akan membuahkan hasil. Manusia diberi karunia sebagai 'citra' Allah jutstu karena kebebasan yang diberikan oleh Allah. Sementara keselamatan adalah tawaran dari Allah, manusia dari dirinya sendiri berhak menentukan dirinyai, apakah dia menerima atau menolak. Dalam masalah api penyucian, konsili menjawab bahwa penyucian dan pembebasan dari noda dosa itu hanya bisa dilakukan oleh mereka yang masih hidup, yakni melalui doa-doa permohonan bagi mereka yang telah meninggal dan terutama lewat intensi dalam Ekaristi Kudus.
Adalah sikap 'arogan bila' kita ingin membuktikan bahwa 'doktrin ini adalah salah' bahwa suatu saat kebenaran akan terbuka. Debat mengenai iman tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Tetapi dialog iman adalah cara yang terbaik untuk membantu kita memahami iman sesama kita. Perbedaan selalu ada, dan justru dengan menghargai perbedaan itu kita menjadi semakin dewasa dan berkembang. Kita tidak pernah bisa mengklaim bahwa kitalah yang paling benar. Banyak kebenaran lain yang tidak bisa kita pahami secara tuntas. Adalah bijak bila kadang kala kita harus mengatakan apa yang St. Anselmus katakan "Qui crediderit, non inteleget" (what they do not believe, they do not understand).
Bagi kita manusia, justru doktrin ini menjadi tanda kerahiman Allah yang luar biasa, karena Allah masih memberi kesempatan kepada manusia untuk bisa menikmati kebahagiaan abadi walaupun ada 'penghalangan' yang harus dibersihkan. Lalu kita bisa bicara lebih lanjut moralitas iman dan spiritualitas dari topik ini.
salam dan doa
MoTe

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home