"Spritualitas' adalah kumpulan artikel mengenai olah rohani, olah batin dari bagi mereka yang ingin memberi makan jiwa. Berbagai kumpulan artikel berkisar pada masalah hidup rohani, saya sajikan dalam blog ini. Selamat menyantapnya, semoga membuat jiwa anda menjadi gemuk. MoTe

Monday, February 27, 2006

DARIMANA DATANGNYA DERITA [1]

Saya ingin sekedar sharing refleksi berpijak pada kesedihan hatiku yang mendalam atas bencana gempa bumi yang disertai dengan Tsunami beberapa waktu yang lalu. Saya tidak bermaksud mengajar dan menelaah apa yang teman-teman lain yakini. Melainkan ingin sekedar sharing refleksi yang bersifat 'subyektif' karena bersumber pada apa yang saya yakini. Terus terang, ada perasaan 'speechless powerless dan hopeless', melihat ribuan korban terus berjatuhan setiap hari. Derita panjang menjadi akibat dari bencana kemanusiaan ini. Maka rasanya tidak ada kekuatan untuk terlibat diskusi yang begitu hangat beberapa waktu lalu. Dalam hati saya terus melibatkan diri dalam diskusi itu, walaupun sekedar membaca dan merenungkan.
Dalam refleksi pribadi, saya bertanya diri dari mana datangnya penderitaan ini? Dari milis yang saya ikuti, terjadi diskusi yang sangat menarik. Namun saya sendiri senang berdiam diri dan mencoba mengerti dan memahami, mengikuti alur pikir dan cari pandang para netter, dari pada memberikan pendapat saya. Sebagaimana saya katakan, bahwa saya speechless, tidak mampu berpikir, apalagi berdebat. Bencana ini terlalu sulit untuk saya 'telan' dengan logika otak pikir saya. Berkecamuk dalam pikiran saya, benarkah mereka telah menjadi korban karena 'hukuman Tuhan'. Duh Gusti, siapakah aku ini sehingga berani berpikir jelek, menghakimi sesamaku, bahwa mereka dihukum karena dosa-dosanya. Mereka itu sudah menderita, bahkan kehilangan kehilangan segalanya. Sementara aku hanya bisa ngomong dan tidak berbuat apa-apa. Berdoa pun masih disalahkan, karena doanya tidak mempunyai arti, mendoakan orang yang dihukum Allah. Itu pendapat teman-temanku. Duh Gusti, bukankah mereka itu juga sesasamku, teman seperjalanan dalam perjiarahan. Apakah 'hak dan kelebihanku dari mereka' sehingga aku berani menjatuhkan vonis hanya berdasarkan apa yang saya yakini. Aku jadi diingatkan akan debat Jesus dan para ahli Taurat dan Farisi, ketika mereka melaporkan kecelakaan yang terjadi di kolam Siloam. Mereka semua yang mati dihukum oleh Allah karena dosa yang mereka perbuat, demikian tuduhan para Farisi. Dan Jesus menyangkalnya.
Dari mana datangnya derita ini? Pertanyaan ini terus bergema dalam hatiku. Dan kenapa harus ada derita. Bukankah Allah yang saya yakini adalah Allah yang maharahim dan maha kasih. Tegakah Dia membiarkan umat yang diciptakan dan dicintaiNya ini 'mati tanpa dihormati dan didoakan oleh keluarganya". Bahkan dibuang dan dikubur seperti binatang. Bukankah mereka itu adalah 'citra dan gambaran' wajahNya sendiri? Adakah yang bisa kita pelajari dari derita ini. Apakah sebenarnya kehenda Allah dibalik tragedi kemanusiaan ini? Hatiku terus bergolak, antara meyakini Allah yang maha kasih, dan Allah yang membiarkan kesengsaraan itu terjadi. Walaupun dalam hati kecil saya tetap berkata, bahwa Allah tidak jauh. Allah tidak tidur, tidak pergi. Melainkan Dia ada bersama mereka yang menderita, dan masih tetap berkarya diantara mereka yang punya hati dan kasih. Dia ada 'hanya sejauh doa', kata penyanyi.
Aku terus berpikir dan merenungkan, sambil mencoba mencari-cari jawaban yang mungkin berguna bagiku dan bagi teman-teman yang lain. Akhirnya kudapatkan jawaban yang aku sharingkan disini.
Ajaran Gereja memahami 'derita' sebagai suatu misteri, seiring dengan keberadaan manusia itu sendiri. Karena misteri, maka sulit pula untuk dimengerti secara tuntas berdasarkan pada akal budi kita. Setiap orang mempunyai kebabasan untuk menGereja memandang 'penderitaan' secara positif, ini bukan sebagai karma atas perbuatan atau dosa, melainkan akibat kondisi manusia yang jatuh dari dosa. Hal ini dikuatkan oleh kesaksian dan teladan Jesus kita mengalami 'sakratul maut'. "Ya Bapa, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari padaKu, tetapi janganlah seperti yang kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki" (Mat 26:39). Dalam diri Jesus Kristus kita temukan teladan utama nilai positif dari penderitaan, karena dia menderita, mati dikayu salib untuk menyelamatkan dunia. Inilah aspek positifnya, derita membawa keselamatan.
Maka menurut ajaran yang saya yakini, bahwa penderitaan itu bukan disebabkan oleh Allah yang adalah pencipta segala yang baik, tetapi bisa jadi Allah membiarkan itu terjadi demi tujuan yang baik. Walaupun bagi kita seringkali sangat sulit memahami makna positif atau keuntungan dibalik penderitaan itu sendiri. Lalu dari mana datangnya 'penderitaan' itu.
Penderitaan datang kepada kita melalui berbagai cara. Pertama-tama penderitaan itu adalah suatu yang normal, suatu keadaan yang melekat pada kondisi manusia sebagaimana adanya. Selama manusia masih berjuang dan hidup, maka penderitaan itu akan selalu bersama-sama dan seiring. Dengan katak laian, dimana ada hidup, disitu ada penderitaan. Misalnya, penderitaan yang berasal dari penyakit, kecelakaan atau kondisi negatif keadaan manusia lainnya.
Penderitaan bisa juga disebabkan oleh peristiwa yang terjadi dalam kaitannya proses alam semesta. Misalnya bencana alam, seperti banjir, angin topan, tsunami, gempa bumi dan bencana kelaparan. Semua peristiwa ini membuat manusia menderita. Manusia tidak bisa mengelak dari bencana ini, dan seringkali menjadi korban dari peristiwa ini.
Penderitaan bisa juga disebabkan oleh tindakan bebas manusia yang tidak bertanggung jawab, yakni penderitaan yang disebabkan oleh tindakan jahat manusia. Misalnya tindakan jahat yang membawa derita yang dusebabkan oleh kebencian, dendam, keserakahan dan kerakusan, kesombongan dan sikap-sikap jahat lainnya. Dalam hal ini manusia adalah penyebab dan bertangung jawab atas akibat penderitaan itu.
Merenungkan peristiwa bencana gempa bumi dan tsunami, dan mencoba memahami beberapa pendapat yang dilontarkan oleh para netter, saya berpendapat bahwa karena gempa bumi ada salah satu akibat dari proses alam. Maka perbedaan pendapat mengenai 'penyebab utama' dari gempa itu sangat ditentukan oleh 'sudut pandang' dan cara berpikir manusia itu sendiri. Pendapat itu menurut saya 'syah' dan 'bebas' walaupun soal kebenaran dari pendapatnya perlu diuji dan dipertanyakan. Boleh saja saudara Moslim berpendapat bahwa 'musibah gempa bumi dan tsunami' itu merupakan 'hukuman dari Tuhan', karena keyakinan (sistem belief) mereka menerima Tuhan sebagai yang menganjar yang benar dan yang menghukum yang salah. Apakah Allah memang begitu, itu adalah masalah iman. Boleh saya, orang Kristen berpendapat yang sama, karena tidak di sangkal bahwa Allah yang ditampilkan dalam Perjanjian Lama seringkali mempunyai nada yang sama, Tuhan mengganjar dan menghukum. Mungkin orang Hindu dan Budha akan mengatakan yang lain.
Dalam hal ini saya berpendapat bahwa 'berdebat' mengenai masalah ini adalah tidak ada artinya, bila kita hanya bersikeras pada keyakinan kita sendiri tanpa memahami latar belakang pendapat yang lain. Kalau kita mampu mengerti dan menempatkan masalahnya dalam kontek dimana iman menjadi pijakan pendapat akan membuat kita untuk lebih bijaksana memandang masalahnya. Dan menurut hemat saya tidak ada gunanya kita mempertahankan pendapat, bahwa pengertian yang saya miliki adalah yang paling benar. Terbuka pada pendapat orang lain akan membuat kita semakin diperkaya dan diperteguh iman keyakinan, karena dengan melihat perbedaan yang kita miliki membuat kita menjadi hormat dan menerima bahwa kita ini berbeda, tetapi satu perjalanan menuju Allah dan surga yang satu.
Maka penting bagi saya sekarang ini adalah melihat 'akibat positif' yang ditimbulkan oleh bencana alam ini. Karena dengan mampu melihat aspek positif dari peristiwa ini kita akan belajar banyak untuk membuat dunia ini tempat yang aman untuk dihuni oleh semua orang. (bersambung)

salam dan doa
Mo Te van Kerala

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home