"Spritualitas' adalah kumpulan artikel mengenai olah rohani, olah batin dari bagi mereka yang ingin memberi makan jiwa. Berbagai kumpulan artikel berkisar pada masalah hidup rohani, saya sajikan dalam blog ini. Selamat menyantapnya, semoga membuat jiwa anda menjadi gemuk. MoTe

Monday, February 27, 2006

DARIMANA DATANGNYA DERITA [2]

Menyambung refleksi saya yang pertama, dalam refleksi ini saya ingin membagikan pendapat bagaimana kita belajar membuat 'penderitaan' menjadi 'blessing' bagi kehidupan kita. Kedengarnya 'naif' sekali, terutama bagi yang sedang mengelaminya. Dan juga bagi mereka yang melihat penderitaan sebagai peristiwa alam yang tidak ada hubungannya dengan iman. Namun menurut hemat saya, kalau kita mau melihat dengan 'kaca mata imam' setiap peristiwa hidup itu mempunyai makna yang bisa kita petik. Mencari makna dibalik peristiwa tragis, hanya bisa dilakukan bila kita mempunyai 'daya dan kemampuan' refleksi yang murni. Dengan mempertanyakan, dan bukan mempermasalahkan, apalagi mencari pembenaran diri dan 'kambing hitam' membuat kita terbelenggu dalam pikiran sempit kita. Secara pribadi saya menyakini bahwa 'Tuhan selalu mempunyai kehendak, dan kehendakNya itu adalah baik, demi keselamatan manusia'. Berpijak pada keyakinan ini ada beberapa cara bagaimana membuat 'pendiritaan' menjadi berkat bagi kita.
Dengan memahami bahwa seringkali pendiritaan itu diakibatkan oleh karena perbuatan kita yang jahat, misalnya karena kebencian, dendam, iri hati, nafsu. Maka yang harus kita buat adalah 'eling dan waspada' untuk tidak berbuat jahat kepada diri kita dan sesama, karena kita mengetahui konswensi apa yang akan terjadi dari perbuatan jahat itu. Sebagai orang beriman, salah satu 'tameng rohani' yang paling ampuh untuk tetap waspada dan menjauhkan diri dari tindakan jahat adalah 'doa dan menerima sakramen. Dari sumber inilah kita baik secara moral dan spiritual dikuatkan dari godaan berbuat jahat. Tindakan ini lebih bersifat preventif, yakni membentengi diri supaya tidak berbuat jahat.
Penderitaan bisa menjadi sarana manusia bertobat dan kembali kepada Tuhan, baik secara pribadi maupun bersama. Dalam hal ini kita bisa belajar dari pengalaman bangsa Israel, terutama dalam Perjanjian Lama. Perang, bencana dan malapetaka seringkali membuat bangsa itu menjadi sadar bahwa mereka sering berpaling dari Allah dan melakukan kejahatan. Kesadaran akan penderitaan ini membuat mereka bertobat dan kembali kepada Tuhan. Bahwa lalu mereka menghubungkan peristiwa itu sebagai hukuman dari Tuhan, itu memang sering terjadi, sesuai daya tangkap dan penghayatan akan Allah dalam kehidupan iman mereka.
Positif aspek yang lain yang bisa kita pelajari adalah bahwa penderitaan bisa menjadi alat atau sarana penebusan (atonoment) dan penyesalan (expiation). Jesus adalah teladan utama dalam hal ini. Dia menderita sengsara karena menangung dosa kita supaya manusia memiliki hidup abadi. Sebagai pengikut Kristus sikap dan teladan Jesus ini semestinya juga harus menjadi landasan kehidupan kita menghadapi penderitaan di dunia ini. Selain sebagai sarana penebusan dan penyesalan diri, penderitaan juga bisa dipersembahkan sebagai 'korban persembahan dan silih' kepada Tuhan. Jesus sendiri mempersembahkan derita sengsara dan kematian-Nya sebagai korban dan persembahan kepada Tuhan yang memperbaharui segalam persembahan dan korban manusia, sekali dan untuk selamanya. Penderitaan mempunyai positif aspek bila teladan dan 'attitude' Jesus ini juga menjadi sikap dasar iman kita.
Banyak orang suci menghayati penderitaan sebagai jalan 'pemurnian dan penyucian diri'. Bagaikan emas yang dibakar dalam tungku pembakaran untuk menjadi semakin murni, demikian pula halnya 'penderitaan' kita, menjadi semacam 'cobaan atau ujian' yang akan memurnikan kesetiaan kita kepada Tuhan.
Aspek positif lain yang sungguh sulit untuk dimengerti dan dihayati, bahwa penderitaan seringkali bisa menjadi 'tanda bukti' dari cinta. Hal ini bisa kita lihat dan buktikan di dalam cinta Tuhan kepada kita. Tuhan memberikan PutraNya yang tunggal kepada kita manusia sebagai korban silih atas dosa. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yoh 3. 16). Keutumaan kasih kristiani menjadi nyata bila kita mampu merelakan diri menderita bagi orang lain. Jesus sendiri bersabda: "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seseorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnnya" (Yoh 15.13).
Aspek positif lain yang bisa kita lihat dari adanya penderitaan adalah mempersatukan semua aspek kehidupan untuk satu tujuan mulai' yakni 'menolong mereka yang menderita'. Mereka semua disadarkan dari 'egoisme' pribadi maupun sosial, bahwa hidup mereka didunia ini tidak sendirian. Penderitaan yang dialami sesama menggugah nurani manusia yang masih 'peka dan hidup' untuk simpati, empati dan bertindak menolong mereka. Melihat tragedi tsunani hal menjadi nyata. Seluruh dunia bangkit dan bertindak didoroang oleh jiwa kemanusiaannya untuk menolong sesamanya yang menderita.
Teman-teman netter, inilah sekedar refleksi yang muncul dari kegundahan hati saya. Perang batin (spiritual combat) dan jiwa saya membuat saya merenung. Tetapi dibalik renungan itu saya juga masih tetap bangga, bahwa dunia memang belum sepenuhnya 'tuli, ndablek dan bebal'. Masih ada manusia-manusia berhati dan bernurani. Masih ada negera yang perduli dan membantu sesama mereka yang menderita. Bagi saya pribadi, memberi harapan, mendukung dan memberi penghiburan kepada mereka yang menderita lebih utama dan beriman dari pada mengajak orang untuk sadar diri bahwa Allah sedang 'menghukum umatnya'. Mengerti dan memahami derita itu lebih berguna, karena membuat kita menjadi lebih peka bahwa dalam penderitaan sedahsyat apapun Tuhan toh masih tetap hadir dan menyertai. Siapa yang menggerakkan hati para 'relewan' penderma' dan semua orang yang terlibat dalam proyek kemanusiaan itu? Bukankah Roh Kudus, bukankah 'the compassionate God' yang tetap berkarya diantara umatNya yang menderita. Tuhan berwajah ganda...? Inilah kesulitan imanku, Tuhan yang dahsyat, kejam dan menghukum, tetapi Tuhan yang berbelas kasih hadir bersama-sama dalam penderitaan yang dicipatkanNya sendiri. Aku tidak yakin.... bahwa Tuhan yang kusembah adalah Tuhan yang demikian. Inilah misteri imanku. Tetapi bagiku memandang Jesus yang disalib memberikan penghiburan dan kebahagiaan bahwa Dia rela menderita, wafat dan salib karena aku, dosaku. Dan bukan karena Dia menderita karena menerima hukuman Allah. Amin

salam dan doa
MoTe

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home